KASUS

Kasus KDRT
Photo

Ketua P2TP2A Hj Adde Rosi Khaerunnisa (kiri) sesaat setelah mengunjungi korban di RSUD Serang 

(Ganis)
SERANG- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten akan membantu seluruh pembiayaan pengobatan SK, balita korban kekerasan yang saat ini mendapat perawatan di RSUD Serang. Hal ini dinyatakan Ketua P2TP2A Provinsi Banten Hj Adde Rosi Khaerunnisa, sesuai mengunjungi korban, Rabu (13/3) siang.

"Setelah kami melihat korban dan keluarga korban, kami ingin membantu semaksimal mungkin. Tapi bantuan yang saat ini bisa dilakukan yaitu bantuan biaya pengobatan dan biaya medis. Jadi kami telah berkoordinasi dengan Wakil Direktur RSUD dr Sari, dan kami telah menyampaikan bahwa untuk perawatan, pengobatan dan biaya-biaya medis lainnya akan ditanggung oleh P2TP2A," kata Aci, sapaan akrab Adde Rosi.

Diceritakan Aci, kondisi psikologis korban memang tidak terlalu menampakan sebagai korban kekerasan, karena masih bisa diajak bicara. "Tapi masih tertutup saat diajak bicara soal kekerasan yang menimpanya. Ya memang butuh waktu untuk berbicara dengan anak korban kekerasan," jelasnya.

Di sisi lain Aci mengatakan bahwa tadi juga sudah bicara dengan pihak kepolisian, setelah nanti pelaku ditemukan dan telah terbukti bersalah, bantuan hukum pun kami lakukan. kami akan terus dampingi korban," kata Aci.

Sebelumnya diberitakanĂ‚  anak berinisial SK yang baru berusia 4,5 tahun diduga diperkosa oleh pria yang belum diketahui identitasnya. Hingga saat ini, korban masih menjalani perawatan di RSUD Serang. Korban diperkosa saat tertidur lelap di rumahnya. 





SERANG - Sebanyak 208 kasus kekerasan anak terjadi di Banten. Dari jumlah itu, 10 kasus saat ini sedang ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten. Mayoritas, kasus yang dialami anak-anak tersebut adalah kekerasan dalam bentuk pelecehan seksual.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten Ade Rossi Chaerunnisa mengatakan, berdasarkan data dari P2TP2A, saat ini sudah ada sekitar 208 kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Banten. Kasus tersebut terjadi di seluruh kabupaten/kota di Banten secara merata.

"Kalau yang sedang ditangani saat ini ada 10 kasus, banyaknya kasus pelecehan seksual dan ini merata di 8 kabupaten/kota,” ujar Ade Rossi yang juga sebagai Ketua Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Provinsi Banten saat ditemui usai acara peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tingkat Provinsi Banten di halaman Masjid KP3B, Kecamatan Curug, Kota Serang, Kamis (6/9).

Oleh karena itu, setiap kali ada kasus kekerasan anak yang dilaporkan ke P2TP2A, semaksimal mungkin pihaknya menyelesaikan kasus itu hingga tuntas. Artinya, antara terlapor dan pelapor diupayakan merasa puas dengan apa yang menjadi keputusan akhir, baik keputusan yang ada di ranah keluarga maupun di ranah hukum.

"Antisipasi kedepan, kami akan memaksimalkan sosialiasi tentang undang-undang yang melarang adanya kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan anak serta trafficking. Karena, memang itu yang sangat diperlukan masyarakat,” paparnya.

Selain itu, Rossi juga berharap agar dinas terkait dapat memaksimalkan program-program yang memang menyentuh terhadap masyarakat terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Diketahui, puncak Hari Anak Nasional tingkat Provinsi Banten ini dihadiri sekitar 3.400 anak-anak yang terdiri dari anak-anak panti, anak-anak penerima program kesejahteraan sosial anak, duta anak Banten, anak jalanan binaan P2TP2A, anak-anak sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, anak-anak binaan Himpaudi, taman anak sejahtera (TAS) dan FKKADK Provinsi Banten.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten Nandy S Mulya mengatakan, kepedulian Pemprov Banten cukup besar terhadap perkembangan anak-anak yang ada di Banten. Sebagai bentuk perhatian terhadap anak, pemprov mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,802 miliar. Bantuan ini merupakan salah satu bukti nyata betapa pentingnya kedudukan seorang anak sebagai generasi penerus bangsa.

“Perhatian terhadap anak merupakan suatu tanggung jawab bersama, mulai dari keluarga, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat,” kata Nandy.

Nandy menjelaskan, bansos tersebut diberikan kepada 24 panti yang ada di Provinsi Banten berupa bansos makanan untuk anak-anak panti sebesar Rp 2,4 miliar. Masing-masing panti mendapatkan Rp 100 juta. 
Selain itu, bansos juga diberikan kepada penerima program kesejahteraan sosial anak (PKSA) sebesar Rp 300 juta. Bantuan ini berupa tabungan kesejahteraan sosial anak diberikan kepada 200 anak yang tersebar di kabupaten/kota, masing-masing anak mendapatkan Rp 1,5 juta.  “Ke-200 anak tersebut perwakilan dari tiga klaster anak yakni klaster anak jalanan/anak telantar, klaster Anak Balita telantar, dan klaster anak yang membutuhkan perlindungan khusus,” ujarnya.

Menurut Nandy, pemprov juga memberikan sarana dan prasarana panti berupa kasur, bantal, lemari makan, cermin, tempat tidur, lemari loker senilai Rp 46 juta. Bantuan sarana dan prasarana ini diberikan kepada empat panti sosial anak. Tak hanya itu, bantuan sarana dan prasarana juga diberikan kepada delapan Lembaga Taman Anak Sejahtera (TAS) sebesar Rp 56,9 juta.

Bantuan ini berupa televisi, lemari besi kaca, locker anak warna, sound system, wireles dan mix, meja setengah biro, kursi lipat, DVD player. “Kami juga memberikan bantuan akta kelahiran gratis kepada 80 anak dari kabupaten/kota se-Provinsi Banten,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Rt Atut Chosiyah menambahkan, kegiatan-kegiatan inovatif anak yang menjadi program-program pemerintah daerah di antaranya adalah melalui PAUD. Pihaknya juga memberikan sarana dan prasarana agar dapat meningkatkan kreativitas anak di Provinsi Banten.

“Tadi kan Ibu (Atut menyebut namanya-red) sampaikan, rumpun anak itu di pemerintah ada empat, badan pemberdayaan perempuan dan masyarakat desa (BPPMD), dinas kesehatan, dinas sosial yang juga didukung oleh forum-forum anak di antaranya adalah Himpaudi, P2TP2A, dan forum-forum anak lainnya. Untuk bantuan, Ibu salurkan untuk kepentingan anak Banten, termasuk juga vertikal dalam hal ini kementrian agama melalui bantuan ke pondok-pondok pesantren,” ujarnya



Diterbitkan pada Sabtu, 19 Januari 2013 08:40
Serang - Nur Asyiah Putri, 15 tahun, warga Pancur Batu, Medan, Sumatera Utara, terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk bisa bekerja di Jakarta. karena kekasih yang dikenal dari jejaring sosial atau facebook yang namanya dirahasikan korban, berniat akan menjualnya menjadi Pekerja Sek komersial (PSK) di Jakarta. (18/12)

Dari pengakuan Nur, pada Rabu pekan lalu dirinya meninggalkan rumahnya untuk menemui kekasihnya yang dikenal dari facebook, dengan alamat  di Jakarta. Nur berangkat dari Medan melalui jalan darat yang menghabiskan waktu selama dua hari dua malam. 

Pada hari Jumat (22/10), Nur sampai di Jakarta dan kemudian bertemu kekasihnya yang dikenal dalam dunia maya itu. Setelah bertemu, Nur kemudian ditawari oleh kekasihnya bekerja. Tentu saja penawaran kekasihnya itu disambut baik oleh korban.

Namun korban berubah pikiran, setelah mendengar percakapan kekasihnya melalui telefon yang berniat menjualnya ke seorang ‘mamih’ untuk dijadiakn PSK. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, korban kemudian langsung kabur dan berniat kembali ke kampung halamannya di Medan. 

Korban ditemukan pertama kali oleh Irma, 40 tahun, Warga Kota Serang, saat korban berada di sebuah bus jurusan Jakarta – Merak pada Minggu (24/10) pukul 20.00 Wib. Irma kemudian melaporkanya ke anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.

Wakil Ketua P2TP2A Banten Yayah Rukhiyah langsung mengamankan korban di rumahnya di Perumahan Bumi Agung Permai, Kelurahan Kaligandu, Kota Serang. Senin (25/10) pagi, Nur  langsung dibawa ke kantor P2TP2A Banten untuk dilakukan proses pemulangan.

Namun saat akan dipulangkan,  korban tiba-tiba mengalami ketakutan dan langsung melarikan diri dari kantor tersebut. Tim dari P2TP2A, yang dilamanya terdapat anggota kepolisian kembali mengamankan korban dan menenangkanya sambil menuggu proses pemulangan. “Kami saat ini sedang melakukan koordinasi dengan Dinas Sosil Banten untuk memulangkan korban,” kata Yayah.

Nur Asiaah Putri saat dimintai keterangan tidak sedikitpun memberikan komentar terkait kondisi yang dialaminya. Bahkan, perempuan yang hanya lulusun SD ini langsung marah-marah kepada sejumlah wartawan yang datang dan mewawancarainya. 
(yuli & hikmah Banten)



Rabu, 28 Oktober 2009



Pengadilan negeri Serang menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku KDRT selama 3 bulan. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A) Provinsi Banten selaku pendamping korban KDRT, sidang ini merupakan kasus dengan frekuensi yang cukup lama yaitu sebanyak 15 kali persidangan dengan dikenakan UU No 23 tahun 2004 pasal 44 ayat 4 yang akhirnya pelaku KDRT divonis hukuman penjara selama 3 bulan dan segera ditahan. akan tetapi Terdakwa langsung mengajukan banding dan P2TP2A Provinsi banten selaku pendamping korban KDRT pun tetap melakukan upaya semaksimal mungkin untuk mengawal perjalalanan kasus ini sampai selesai.






Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Provinsi Banten selama kurun waktu tahun 2012 telah mencapai 88 kasus dari 219 kasus yang ditangani P2TP2A.

“Kasus yang paling dominan adalah KDRT dengan jumlah 88 kasus. Sedangkan kasus lainnya terkait kekerasan terhadap anak 68 kasus, kekerasan seksual 42 kasus dan 21 kasus lainnya. Faktor dominan penyebab KDRT adalah masalah ekonomi. Daerah paling tinggi terjadi di wilayah Kota dan Kabupaten Serang” kata Ade Rossi.

Kecenderungan meningkatknya kasus KDRT yang terungkap di Banten bukan semata-mata kasusnya yang meningkat dengan faktor penyebab ekonomi saja, tetapi bisa juga karena meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap hukum.

“Mungkin saja dulu kalau istri dipukul suami itu tidak dilaporkan karena dianggap bukan pelanggaran hukum. Sekarang setelah masyarakat tahu bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran, mereka akhirnya berani melapor” tambahnya.

Untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan tentang hukum dalam KDRT, P2TP2A Provinsi Banten terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat, tentunya hal itu dilakukan sebagai upaya preventif dan antisipatif.
Sumber : Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten





SERANG, BP – Polisi menduga pelaku pencabulan terhadap SA, anak perempuan berusia 4 tahun warga Pasir Mengger, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, adalah orang terdekatnya.  Pencabulan terhadap SA terbilang keji, karena dari hasil visum diketahui korban mengalami luka yang cukup serius, karena tembus hingga menyentuh usus korban. 

Kasubdit I Ditreskrimum Polda Banten, AKBP Tubagus Damanik menyatakan, kasus yang menimpa SA kuat dugaan bahwa pelakunya adalah orang terdekatnya. 

“Anak itu kan sedang tidur sama orangtuanya, yaitu ibu kandung dan ayah tirinya. Masa tiba-tiba saja dia bisa ada diluar begitu saja, padahal jendela kamar itu sebelumnya tertutup. Lalu siapa kalau bukan orang terdekatnya,” ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap korban dan orangtuanya, lanjut Damanik, semakin memperkuat dugaan bahwa pelaku adalah orang terdekat korban. Namun demikian, Damanik masih enggan membeberkan siapakah pelaku yang melakukan perbuatan keji tersebut. 

“Masih didalami, tapi kuat dugaan kalau pelakunya orang dekat,” sambung Damanik. Ia mengatakan, korban saat ini telah pulang dari RSUD Serang setelah mendapat perawatan intensif dari petugas medis.

Seperti diberitakan, SA menjadi korban kekerasan seksual oleh orang tidak dikenal ketika korban tengah tidur dengan ibu dan ayah tirinya di rumah, Sabtu (9/3) lalu. Korban yang menderita luka serius di bagian alat kelaminnya dirawat di RSUD Serang. Kasus ini tengah didalami oleh Unit Renakta (Remaja, Anak-anak dan Wanita) Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten. 

Berdasarkan catatan yang dihimpun BANTEN POS, kasus kekerasan terhadap wanita dan anak-anak usia di bawah umur di Banten dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini terus meningkat. Dari hasil penyelidikan, ditemukan sejumlah fakta yang cukup mencengangkan, yakni pelaku pencabulan maupun tindak kekerasan dilakukan oleh orang terdekat korban.

Dari data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa (BPPMD) Provinsi Banten, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur pada 2011 sebesar 119 kasus. Sedangkan di 2012 meningkat menjadi 124 kasus.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak BPPMD Provinsi Banten, M. Juhriyadi mengatakan, angka kekerasan terhadap anak yang terjadi di lapangan mungkin saja dapat lebih tinggi daripada data yang dimiliki oleh BPPMD Provinsi Banten. Pasalnya, tidak seluruh kasus kekerasan tersebut dilaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) maupun ke kepolisian. 

“Masih banyak hal serupa yang terjadi di masyarakat, yang kita sendiri tidak dapat menjangkaunya. Bahkan, di beberapa kasus yang saya ketahui, ada sejumlah masyarakat yang tidak mengetahui jika di wilayahnya terdapat P2TP2A. Sehingga, mereka bingung untuk melaporkan kasus yang menimpa anak-anaknya itu kemana,” kata Juhriyadi, Jumat (15/3).

Dari catatan BANTEN POS, dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir saja terjadi sejumlah kasus kekerasan terhadap wanita dan anak-anak di bawah umur. Diantaranya kasus pemerkosaan terhadap RM (17), seorang gadis warga Desa Cilowong, Kecamatan Gunungsari, Kota Serang. Orangtua RM akhirnya melaporkan JK (23), seorang buruh serabutan yang merupakan tetangganya sendiri, ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Serang, karena diduga sebagai pelaku pemerkosaan terhadap anaknya tersebut, Sabtu (12/1) lalu.

Ada juga kasus pencabulan yang menimpa seorang siswi SMP di Kecamatan Tunjungteja. Korban diduga dicabuli oleh empat orang rekan sejawatnya di sebuah gubuk yang berada di dekat sekolahnya sendiri, Rabu (20/2) malam. Kasus ini akhirnya dilaporkan ke UPPPA Satreskrim Polres Serang, Selasa (26/2). Petugas kemudian mengamankan empat pelaku yang masih remaja yakni EK (16), HL(15), HR (15), dan HD (15).  Keempatnya kini mendekam di tahanan UPPA Satreskrim Polres Serang dan terancam pidana sesuai dengan pasal 81 ayat (1) jo pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kasus kekerasan terhadap anak terbaru menimpa SA (4), warga Pasir Mengger, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, yang menjadi korban kekerasan seksual oleh orang tidak dikenal ketika korban tengah tidur dengan ibu dan ayah tirinya di rumah, Sabtu (9/3) lalu. Saat ini, kasus ini tengah didalami oleh Unit Renakta (Remaja, Anak-anak dan Wanita) Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten. 

Kasubid Perlindungan Anak BPPMD, Almahdi mengatakan, kekerasan terhadap wanita dan anak-anak dibawah umur tidak hanya sebatas pada bentuk kekerasan terhadap fisik semata, melainkan juga kekerasan terhadap psikis dan kekerasan seksual. 

“Karena secara langsung pelaku yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anak itu telah merenggut hak yang melekat pada anak-anak itu. Dimana salah satu hak yang seharusnya diperoleh oleh seorang anak dari orangtuanya adalah perlindungan,” kata Almahdi, kemarin.

Almahdi mengungkapkan, setidaknya terdapat 31 hak anak yang diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Diantaranya hak untuk bebas dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual, hak terbebas dari siksaan fisik dan non fisik, hak terbebas dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi, dan hak terbebas dari penculikan, penjualan dan perdagangan atau trafficking.

Almahdi menambahkan, guna mereduksi jumlah kekerasan terhadap anak-anak, pihaknya telah bekerjasama dengan seluruh stakeholder terkait untuk melakukan penyuluhan terutama terhadap para orangtua dan dewasa.

“Kenapa mereka (orangtua dan dewasa), karena dari banyak kasus yang terjadi, pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anak-anak itu adalah orang-orang terdekat dari korban. Seperti ayah kandung, kakak, paman, ayah tiri, kakak tiri, atau tetangga korban,” katanya.

Almahdi menuturkan, selama ini sulitnya pengungkapan kasus kekerasan terhadap wanita dan anak-anak dibawah umur, khususnya dalam kasus kekerasan seksual, lantaran lambannya pelaporan atas kasus yang menimpa korban ke aparat berwenang. 

“Ada yang baru satu minggu kemudian baru lapor, sehingga menyulitkan bagi petugas medis yang melakukan visum et repertum terhadap korban. Karena bekas titik sperma yang menempel pada kelamin korban biasanya telah hilang dalam waktu tujuh hari,” ujarnya.

Ia menjelaskan, banyak kasus yang terlambat dilaporkan oleh korban kepada orangtuanya. Biasanya, korban anak-anak melaporkan kasus kekerasan seksual itu jika sudah mengalami rasa sakit pada alat kelaminnya.

“Kalau tidak merasa nyeri, kadang mereka tidak lapor. Jadi orangtua itu tidak tahu kalau anaknya ternyata sudah menjadi korban kekerasan seksual. Faktanya, dari banyak kasus itu, korban tidak tahu jika dirinya telah menjadi korban kekerasan seksual. Karena banyak korban yang masih polos,” tuturnya. (DAN/RIF)






·         1. Kekerasan dalam Pacaran: SebuahFenomena yang Terjadi pada RemajaOleh redaksi pada Sen, 12/24/2007 - 15:15. ArtikelBanyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (DomesticViolence), namun masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi pada remaja, terutamakekerasan yang terjadi saat mereka sedang berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP) atauDating Violence).

 Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadikekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yangindah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dandiucapkan sang pacar. Hal tersebut dapat dipahami sebagai salah satu bentuk ketidaktahuan akibatkurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai kekerasan ini.KDP merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan. 

Sedangkan definisikekerasan terhadap perempuan itu sendiri, menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadapPerempuan tahun 1994 pasal 1, adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yangberakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual ataupsikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secarasewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan, sebenarnya kekerasanini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalamikekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. 

Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korbandibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangankekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalamhal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasadianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lainsebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.Kekerasan yang terjadi dalam relasi personal perempuan ini biasanya terdiri dari beberapa jenis,misalnya serangan terhadap fisik, mental/psikis, ekonomi dan seksual. 

Dari segi fisik, yang dilakukanseperti memukul, meninju, menendang, menjambak, mencubit dan lain sebagainya. Sedangkankekerasan terhadap mental seseorang biasanya seperti cemburu yang berlebihan, pemaksaan,memaki-maki di depan umum dan lain sebagainya. Sedangkan kekerasan dalam hal ekonomi jikapasangan sering pinjam uang atau barang-barang lain tanpa pernah mengembalikannya, selalu mintaditraktir, dan lain-lain. Jika dipaksa dicium oleh pacar, jika ia mulai meraba-raba tubuh atau iamemaksa untuk melakukan hubungan seksual, maka ia telah melakukan kekerasan yang termasukdalam kekerasan seksual. 

Umumnya pemerkosaan yang terjadi dalam masa pacaran (Dating Rape)diawali oleh tindakan kekerasan yang lain.Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatanreproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yangditangani, 385 diantaranya adalah KDP (Komnas Perempuan, 2002)Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One StopService) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. 

(Kompas-online 4 Maret 2002)Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengakumengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasuskekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id )Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yangmengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selainmengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka.

·         2. (mutually violent relationship). Remaja tersebut juga dilaporkan mengalami kekerasan berat, sehinggamenderita luka-luka. Luka-luka yang mereka derita tampak lebih parah daripada remaja yang hanyamenjadi korban kekerasan. Mereka pun lebih bisa “menerima” perlakuan tersebut, dibandingkandengan remaja yang hanya sebagai korban.

Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktupacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalamkesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehansebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwaremaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karenamempertahankan dirinya (dikutip dari Armour, 2002)Kasus yang nampak hanya kasus-kasus yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti dan diketahui.Sehingga dapat dikatakan bahwa yang tampak berupa fenomena gunung es (iceberg), dimana kasussebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak muncul kepermukaan. Salah satunya adalah karena tidak dilaporkan.

Umumnya para remaja korban kekerasan tidak menceritakan kepada pihak yang berwenangterhadap masalah ini, bahkan kepada orang tuanya. Korban dan pelaku biasanya selalu berusahamenutupi fakta yang ada dengan berbagai cara atau dalih, walaupun terkadang tanpa sengajaterungkap. Jika situasi dan keadaan sudah sangat parah (misalnya luka-luka fisik sudah tidak bisaditutupi), biasanya korban terpaksa meminta bantuan pihak medis dan atau melaporkan kepada pihakberwajib.Kasus kekerasan yang tidak dilaporkan biasanya karena korban merasa takut akibat ancaman olehpacar, atau karena iba karena pelaku memohon maaf sedemikian rupa, setelah melakukankekerasan, sehingga korban percaya bahwa pelaku benar-benar menyesali perbuatannya dan tidakakan mengulanginya lagi (baca Kisah Nyata Kekerasan Dalam Pacaran).

Yang patut diketahui adalah bahwa kekerasan, apapun bentuknya, adalah suatu hal yang akanmengakar dan akan terjadi berulang. Sikap menyesal dan pernyataan maaf yang dilakukan pelakuadalah suatu fase “reda” dari suatu siklus. Biasanya setelah fase ini, pelaku akan tampak tenang,seolah-olah telah berubah dan kembali bersikap baik. Jika pada suatu saat timbul konflik yangmenyulut emosi pelaku, maka kekerasan akan terjadi lagi.

Oleh karena itu, sebesar apapun cinta yang kita rasakan pada mereka yang melakukan kekerasan,tetap saja kita tidak dapat membiarkan hal ini terjadi. Kekerasan adalah suatu hal yang harus kitalaporkan, dengan demikian si pelaku dapat mendapatkan penanganan yang tepat (konseling danterapi). Karena dengan mendiamkan atau tidak melaporkan kekerasan yang terjadi, baik yang kitaalami maupun yang dialami oleh teman kita, sama saja artinya kita membiarkan kekerasan itu terjadi,dan hal itu tentu bukan suat hal yang kita ingini. 

Tidak pada mereka, tidak pada diri kita. (Zulfah)Sumber :Jurnal Perempuan. Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002Komisi Nasional Perempuan, Peta Kekerasan: Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta: Komnas Perempuan, 2002“Dating Violence among Adolescent” by Maryellen Armour (http://www.advocatesforyouth.org diakses 16 September 2004)“Pengaruh Sebaya hingga Kekerasan” Kompas, 20 Juli 2002 (http://www.bkkbn.go.id)“Korban Kekerasan tak Perlu Takut Lagi” Kompas 4 Maret 2002 (http://kompas-online.co.id)